Ketegangan yang kembali pttogel memanas antara Thailand dan Kamboja menjadi sorotan utama di kawasan Asia Tenggara. Konflik bersenjata yang terjadi di perbatasan kedua negara bukan hanya menyisakan korban jiwa dan kehancuran infrastruktur, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang stabilitas politik dan ekonomi di kawasan ASEAN. Di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan dinamika geopolitik global yang semakin kompleks, pecahnya perang antaranggota ASEAN menjadi ancaman serius bagi solidaritas regional.
Latar Belakang Konflik
Thailand dan Kamboja memiliki sejarah panjang konflik perbatasan, terutama terkait sengketa wilayah di sekitar Kuil Preah Vihear yang telah berlangsung sejak dekade 1960-an. Meski Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2013 telah memutuskan bahwa Kuil Preah Vihear merupakan milik Kamboja, namun ketegangan di lapangan tidak sepenuhnya mereda. Pasukan militer dari kedua negara kerap terlibat baku tembak sporadis yang memicu ketidakstabilan.
Pada pertengahan Juli 2025, konflik kembali mencuat setelah insiden penembakan di wilayah Stung Treng, Kamboja, yang diklaim sebagai provokasi dari pihak militer Thailand. Peristiwa ini memicu serangkaian serangan balasan dari kedua belah pihak, menyebabkan jatuhnya korban jiwa, termasuk warga sipil, serta kerusakan parah pada pemukiman dan fasilitas publik.
baca juga: ri-tancap-gas-ekspor-ke-as-meski-kena-tarif-19-ini-komoditasnya
Dampak Langsung terhadap Ekonomi Kedua Negara
Konflik bersenjata selalu membawa dampak ekonomi yang besar. Thailand dan Kamboja adalah dua negara dengan sektor pariwisata dan perdagangan lintas batas yang cukup aktif. Pecahnya perang menyebabkan arus barang dan jasa terganggu, serta investasi asing mulai ditarik karena ketidakpastian keamanan.
Thailand, yang merupakan salah satu ekonomi terbesar di ASEAN, mulai menunjukkan gejala perlambatan di sektor ekspor dan manufaktur. Di sisi lain, Kamboja yang sangat bergantung pada investasi asing untuk pembangunan infrastruktur dan industri tekstil mengalami penurunan tajam dalam permintaan dan produktivitas.
Selain itu, beberapa kawasan industri yang terletak dekat dengan perbatasan menjadi lumpuh. Ribuan pekerja terpaksa mengungsi, dan aktivitas logistik terhambat. Jalur perdagangan utama yang menghubungkan wilayah timur laut Thailand dan barat laut Kamboja kini menjadi zona perang, menyebabkan kenaikan biaya logistik dan ketidakstabilan harga komoditas.
Ancaman terhadap Stabilitas ASEAN
ASEAN, sebagai organisasi regional yang menjunjung tinggi prinsip perdamaian, stabilitas, dan kerja sama ekonomi, kini dihadapkan pada ujian besar. Perang antara Thailand dan Kamboja tidak hanya menjadi masalah bilateral, tetapi berpotensi menciptakan domino effect terhadap stabilitas kawasan.
Beberapa risiko yang kini menghantui ASEAN antara lain:
-
Pelemahan kepercayaan investor asing. ASEAN selama ini dikenal sebagai kawasan yang relatif stabil secara politik. Konflik ini menodai citra tersebut dan memicu kekhawatiran para investor global.
-
Terganggunya rantai pasok regional. Banyak perusahaan multinasional yang mengandalkan jalur logistik di daratan Asia Tenggara. Konflik bisa memicu hambatan distribusi lintas negara.
-
Potensi keterlibatan pihak ketiga. Negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat memiliki kepentingan strategis di kawasan ini. Intervensi tidak langsung bisa memanaskan situasi.
-
Retaknya solidaritas regional. Jika tidak segera ditangani melalui mekanisme damai ASEAN, konflik ini bisa menimbulkan ketegangan antaranggota, terutama bila masing-masing pihak mencari dukungan politik dari negara-negara tetangga.
Tanggapan Regional dan Internasional
Negara-negara ASEAN sejauh ini menyuarakan keprihatinan mendalam. Indonesia, sebagai salah satu negara pemimpin di kawasan, telah menawarkan diri untuk menjadi mediator. Sementara itu, Sekretariat ASEAN mendesak kedua belah pihak untuk segera melakukan gencatan senjata dan kembali ke meja perundingan.
Dari kancah global, PBB menyerukan de-eskalasi dan menawarkan misi diplomatik untuk membantu penyelesaian damai. Negara-negara seperti Jepang dan Australia juga menyampaikan kecemasan terhadap potensi instabilitas di jalur perdagangan Laut Cina Selatan yang dapat terpengaruh oleh konflik ini.
Jalan Menuju Perdamaian
Menyelesaikan konflik ini tidak hanya membutuhkan keberanian politik dari Thailand dan Kamboja, tetapi juga dukungan penuh dari ASEAN. Langkah-langkah konkret yang bisa dilakukan antara lain:
-
Gencatan senjata segera. Kedua pihak harus menahan diri dari eskalasi lanjutan dan menghentikan serangan militer.
-
Pembentukan tim mediasi ASEAN. Negara-negara anggota dapat membentuk tim netral untuk memfasilitasi dialog dan negosiasi damai.
-
Penempatan pasukan penjaga perdamaian regional. Jika dibutuhkan, pasukan keamanan gabungan ASEAN dapat dikerahkan untuk menjaga zona perbatasan yang sensitif.
-
Pemulihan ekonomi bersama. ASEAN bisa menyusun skema dukungan ekonomi bagi wilayah terdampak, termasuk program rehabilitasi dan pembangunan kembali infrastruktur.
Kesimpulan
Perang antara Thailand dan Kamboja adalah peringatan serius bagi ASEAN bahwa stabilitas kawasan tidak bisa dianggap remeh. Di tengah tekanan global yang semakin kompleks, konflik internal antaranggota bisa menjadi batu sandungan besar bagi visi ASEAN sebagai komunitas yang damai dan sejahtera.
Masyarakat internasional kini menantikan langkah konkret dari para pemimpin ASEAN untuk meredakan ketegangan ini dan memastikan bahwa kawasan Asia Tenggara tetap menjadi simbol kerja sama regional yang kuat. Perang ini, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bisa menjadi luka panjang dalam sejarah ASEAN — baik secara politik maupun ekonomi.
sumber artikel: sumbercerita.id